Menelusuri Masjid Peninggalan Laskar Diponegoro di Salatiga

Masjid Hasan Ma’arif di Kecandran, Kota Salatiga

Kendati bentuk fisik Masjid Hasan Ma’arif di , Kecandran, Sidomukti, Kota Salatiga relatif  sederhana. Namun, tempat ibadah tersebut  disebut- sebut merupakan warisan mantan prajurit (laskar) Pangeran Diponegoro. Seperti apa kondisinya sekarang ? Berikut penelusurannya selama dua hari berturut- turut.

Seperti galibnya bangunan tempo dulu, Masjid Hasan Ma’arif masih terlihat kokoh, mungkin karena proses pembangunannya tidak tersentuh tangan kotor koruptor. Jadi, memasuki usia 1 abad (dua tahun mendatang), masjid ini tak perlu dilakukan perbaikan.

Agak susah menelusuri kapan Masjid Hasan Ma’arif ini didirikan, sebab, literatur resmi nyaris tidak ada. Keterangan yang berdasarkan cerita turun temurun yang menyebutkan bahwa masjid tersebut dibangun oleh Kyai Condro, seorang anggota laskar Pangeran Diponegoro.Bila prajurit pejuang lagendaris itu yang mendirikan, maka usia tempat ibadah umat Islam itu umurnya mencapai ratusan tahun. Logikanya, perang Pangeran Diponegoro melawan militer Belanda, terjadi mulai tahun 1825-1830.

Baca Selanjutnya

Desa kecandran salatiga

Kecandran adalah sebuah kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Sidomukti Salatiga. Nama kecandran konon berasal dari nama seseorang pejuang yaitu Chandra. Chandra adalah seorang prajurit semasa perjuangan Pengeran Diponegoro yang saat itu melarikan diri ke kawasan Salatiga.
Cerita tentang terjadinya penamaan kecandran tidak ada yang tertuliskan secara pasti. Ceritanya hanya dari mulut ke mulut.
Sebab, tidak ada peninggalan sejarah atau prasasti yang menandakan terjadinya kelurahan Kecandran ini. Dari buku Salatiga dalam Legenda yang diterbitkan Pemkot Salatiga, dituliskan bahwa Desa Kecandran dikaitkan dengan perjuangan pahlawan nasional Pangeran Diponegoro. Saat perang Pangeran Diponegoro ditipu Belanda di Magelang.
Pada saat datang dalam perjanjian dengan Belanda itu, Pengeran Diponegoro diikuti oleh tak kurang 80 orang prajurit. Saat memasuki ruang pertemuan, ternyata hanya Diponegoro sendiri yang diperbolehkan masuk. Sedangkan para pengikutnya menunggu di luar.
Dengan liciknya, Belanda menangkap Pangeran Diponegoro dan dalam keadaan tertentu para prajurit buyar ke berbagai wilayah di sekitar Magelang dan sekitarnya. Salah satu prajurit tersebut bernama Chandra atau bisa juga disebut Condro.
Chandra dalam perjalanannya sampailah di sebuah wilayah yang masih belum punya nama dan sebuah dusun kecil. Pada waktu itu sekitar tahun 1830-an atau akhir perang Diponegoro. Di dusun inilah ternyata Chandra kemudian bermukim.
Dia menetap di dusun itu. Sebagai prajurit, dia memiliki ilmu kanuragan yang bisa diandalkan. Dia beragama Islam, namun tidak mumpuni dalam urusan agama karena bukanlah seorang ulama. Kepahlawanan para prajurit di bawah kepemimpinan Pengeran Diponegoro bukan hanya menyuburkan syiar Islam. Mereka juga membuat sejumlah daerah baru, seperti salah satu Desa di wilayah Salatiga.
Untuk memenuhi keinginan warga yang ingin belajar tentang agama Islam, maka Chandra mengajak temannya dari Magelang yang bernama Hasan Muarif yang seorang ulama dan menguasai Islam. Akhirnya kedua orang itu bersamasama membangun desa agar lebih maju.
Lama kelamaan penduduk bertambah banyak. Chandra dan Hasan Muarif dibantu warga bisa membuat mushala sederhana untuk tempat ibadah. Baru tahun 1919, didirikanlan sebuah masjid yang cukup besar di dusun tersebut.
Karena Hasan Muarif merupakan tokoh ulama yang disegani di dusun tersebut, maka masjid itu dinamai Masjid Hasan Muarif. Menurut cerita masyarakat, Kiai Hasan Muarif memiliki hati yang bersih dan suci. Suatu ketika ada sebuah kejadian mengagumkan.
Saat Nyai Hasan Muarif membuat lubang di tanah untuk menanam uwi (tanaman umbi-umbian) lubang yang belum sempat ditanami itu, pagi harinya terdapat seekor gogor (anak macan) yang terperangkap dalam lubang itu. Di desa itu masih berupa hutan lebat sehingga masih banyak binatang buas. Karena kasihan, maka dilepasnya gogor itu agar bisa bertemu dengan induknya.
Malam harinya, di depan rumah Kiai Hasan Muarif tiba-tiba ada rusa yang kemungkinan ditangkap harimau yang dipersembahkan untuk Kiai Hasan Maarif sebagai imbalan karena telah membantu melepaskan gogor itu. Rusa itu tidak mati, hanya patah di bagian kaki sehingga tidak bisa berjalan. Rusa adalah binatang yang banyak diburu warga untuk dimakan dagingnya.
Dengan rasa terharu Kiai Hasan Muarif menyembelih rusa itu dan dimasak dimakan dengan warga lain. Meskipun Hasan Muarif begitu terkenal, dan disegani warga, namun sang mantan prajurit Chandra bukan berarti lalu dilupakan.
Chandra tetap juga disegani warga dusun setempat karena berhasil membangun desa menjadi lebih maju. Akhirnya dusun kecil yang kemudian menjadi ramai dan maju itu kemudian dinamai Desa Kecandran.

Sumber : sigit prasetyo